Hidayat Nur Wahid merupakan Lulusan doktor di Arab Saudi, memulai kiprahnya dalam kancah politik nasional, pasca bergulirnya Era Reformasi. Sebelum menjabat sebagai Presiden PK, pria kelahiran 8 April 1960, di Kebon Dalem Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, hanya dikenal di lingkungan internal Gerakan Tarbiyah.
Sebagai bagian dari Gerakan Tarbiyah, Hidayat memandang Islam sebagai sebuah konsep yang integral, komprehenshif, fundamental, dan penuh toleransi. Paradigma keislamannya ini kemudian diaktualisasikan melalui keaktifannya dalam kegiatan-kegiatan sosial dan politik.
Gerakan Tarbiyah, adalah gerakan dakwah Islam yang mulai marak di Indonesia pada era 1980. Gerakan ini banyak mengambil referensi keislaman dari gerakan Islam di Timur tengah, terutama al-Ikhwan al-Muslimun.
Menurut sejumlah studi, Tarbiyah mengawali gerakannya di kampus-kampus, seperti Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Gajah Mada.
Gerakan ini mendapat kemajuan setelah pulangnya para pelajar dari Timur Tengah mulai tahun 1988, seperti Abdul Hasib Hassan, Salim Segaff al-Jufri, Yusuf Supendi, Hidayat Nur Wahid, dan Musyyaffa Abdul Rahim.
Gerakan Tarbiyah inilah yang pada 1998 melahirkan organisasi kemahasiswaan ekstra kampus bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), dan mendirikan partai politik Islam bernama Partai Keadilan (PK).
Peraih gelar Doktor Cum Laude Universitas Islam Madinah Arab Saudi ini menjadi salah satu deklarator Partai Keadilan (PK) yang dideklarasikan di Jakarta, pada 20 Juli 1998 dan terpilih menjadi ketua Dewan Pendiri dan menerima pelantikan menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai Keadilan. Pada pasca pemilu 1999, PK berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Namun demikian, bagi Hidayat, politik hanyalah sarana dakwah untuk mencapai tujuan dari dakwah. Berpolitik adalah untuk mencerahkan pemahaman umat dan menggerakan pemikiran dan tindakannya ke dalam jalan dakwah.
“Semangat inilah yang harus dibawa dalam dakwah politik melalui partai politik, maupun parlemen untuk kepentingan rakyat,”
Pada pemilu 2004, Hidayat pun terpilih sebagai anggota DPR dan sekaligus menjadi Ketua MPR 2004-2009.
Di rentang karier politiknya, Hidayat mencoba bertarung di Pilgub DKI Jakarta 2012, tapi belum berhasil. Kekalahan tidak membuat patah semangat Hidayat, dia tetap beraktivitas seperti biasanya sebagai politikus, akademisi, dan kegiatan ceramah yang tidak pernah ditinggalkan.
Karier politiknya mengalir terus, pada pemilu 2014, dia terpilih kembali menjadi anggota DPR dan didaulat menjadi wakil Ketua MPR RI 2014-2019.
Apalagi dalam setiap kesempatan Hidayat Nur Wahid selalu menyampaikan pesan pentingnya untuk menjaga persatuan dan kesatuan antar anak bangsa, sebagai implementasi dari bentuk nilai keimanan.
Hal in mengingat, bahwa kedaulatan rakyat Indonesia sangat berarti untuk menentukan arah bangsa Indonesia ke depannya.
Menurutnya, implementasi kedaulatan rakyat yang sedemikian nyata dan dibutuhkan, memungkinkan elemen-elemen masyarakat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, karena menjadi bagian penting tak terpisahkan dalam mewujudkan Indonesia maju serta sejahtera di masa depan.
Bocah Berwatak Cerdas
Bocah sulung dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Muhammad Syukri dan Siti Rahayu, dibesarkan dari keluarga sederhana. Sang ayah merupakan seorang guru lulusan IKIP Yogyakarta, sementara sang ibu guru Taman Kanak-Kanak dan aktivis Aisyah Muhammadiyah.
Usai lulus Sekolah Dasar, Hidayat Nur Wahid melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Sebelumnya sempat mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Ngabar, Ponorogo.
Sebagaimana diketahui Pesantren Gontor menerapkan semboyan “berpikir bebas selain berbudi tinggi, berbadan sehat, dan berpengetahuan luas.” Semboyan ini tampak pada kehidupan Hidayat Nur Wahid hingga beranjak dewasa sampai kini yang menyukai buku, olahraga, dan mengutamakan etika moral dalam berpolitik dan juga dalam kehidupan sehari-hari.
Di Pondok Modern Gontor, Hidayat Nur Wahid termasuk siswa yang cerdas dan menonjol. Ia duduk di kelas B yang hanya diisi oleh santri-santri berprestasi. Di kelas ini pun ia selalu mendapatkan rangking pertama atau kedua.
Bahkan Hidayat Nur Wahid merupakan satu-satunya dari 132 santri pada tahun 1978 yang mendapat ijazah tanpa prosedur tes.
Kecerdasan Hidayat Nur Wahid memang telah tampak ketika masih kanak-kanak. Di SD Kebon Dalem Kidul, ia selalu mendapat predikat juara. Sebagai anak guru, Hidayat mendapatkan pendidikan yang baik. ia sudah bisa membaca sebelum masuk sekolah. Hidayat kecil juga gemar membaca. Selain komik Ko Ping Ho kegemarannya, ia juga membaca buku-buku sastra dan sejarah milik ayahnya dan keluarga. Kebiasaan dari kecil itu masih berlanjut sampai sekarang. Kini di ruang perpustakaannya, ada lebih dari lima lemari besar penuh buku, baik yang berbahasa Arab, Inggris, maupun Indonesia.
Selama menempuh pendidikan di Gontor, Hidayat Nur Wahid mengikuti banyak kegiatan. Selain kursus bahasa Arab dan Inggris, Hidayat juga mengikuti kajian sastra, hingga kursus menjahit. Hidayat Nur Wahid juga diangkat menjadi Staf Andalan Koordinator Pramuka Bidang Kesekretariatan ketika duduk di kelas V Pondok Gontor. Hidayat Nur Wahid tercatat pula sebagai anggota Pelajar Islam Indonesia (PII).
Selepas dari Gontor tahun 1978, Hidayat Nur Wahid sebetulnya berkeinginan untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, rupanya ia terkesan pada jasa seorang mantri di PKU Muhammadiyah yang banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitarnya. Namun akhirnya ia mendaftar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga. Di kampus ini Hidayat Nur Wahid sempat mengikuti Training Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Setahun kemudian, berkat kecerdasannya ia diterima studi di Universitas Islam Madinah dengan program beasiswa. Karena idealismenya, sewaktu menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Madinah, Hidayat Nur Wahid pernah berurusan dengan KBRI karena mempersoalkan Asas Tunggal dan Penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
Hidayat Nur Wahid menyelesaikan program S-1 dengan predikat cumlaude pada tahun 1983 dengan judul skripsi Mauqîf al-Yahud min Islam al-Ansar. Selesai S-1, awalnya ia tidak berpikir untuk melanjutkan S-2, hingga ia mendapatkan kabar bahwa namanya tercantum dalam nominasi untuk mengikuti ujian S-2. Pada hari terakhir ujian itulah Hidayat mengikuti tes dan akhirnya lulus. Hidayat menamatkan program S-2 pada tahun 1987, dengan tesis berjudul al-Batiniyyun fî Indonesia, Ard wa Dirasah.
Selepas S-2 sebetulnya Hidayat Nur Wahid sudah ingin kembali ke tanah air, namun kemudian ia melanjutkan pendidikan hingga jenjang S-3 atas desakan salah seorang dosennya. Pada 1992, Hidayat Nur Wahid menamatkan studi S-3 dengan judul disertasi Nawayid li al-Rawafid li al-Barzanjî, Tahqîq wa Dirasah.
Biodata:
Nama : Hidayat Nur Wahid,
Tanggal Lahir : 8 April 1960,
Kota Kelahiran : Kebon Dalem Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah
KELUARGA
Istri : Hj. Kastian Indriawati (alm)
Diana Abbas Thalib, MARS.
Anak : Inayati Dzil Izzati
Ruzaina
Alla Khairi
Hubaib Shidiqi
Daffa Muhammad Hidayat
Daffi Muhammad Hidayat
PENDIDIKAN
SDN Kebondalem Kidul I, Prambanan Klaten, 1972
Pondok Pesantren Wali Songo, Ngabar Ponorogo, 1973
Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, 1978
IAIN Sunan Kalijogo, Yogyakarta ( Fakultas Syari’ah), 1979
Fakultas Dakwah & Ushuluddin Universitas Islam Madinah Arab Saudi, 1983
Program Pasca Sarjana Universitas Islam Madinah Arab Saudi, jurusan Aqidah, 1987
Program Doktor Pasca Sarjana Universitas Islam Medina, Arab Saudi, Fakultas Dakwah & Ushuludiin, Jurusan Aqidah, 1992
KARIER
Anggota Pelajar Islam Indonesia (PII), 1973
Koordinator Pramuka Gontor bidang kesekretariatan, 1977-1978
Training HMI IAIN Yogyakarta, 1979
Sekretaris MIP PPI Madinah, Arab Saudi, 1981-1983
Ketua PPI Arab Saudi, 1983-1985
Peneliti LKFKH (Lembaga Kajian Fiqh dan Hukum) Al Khairot
Ketua Lembaga Pelayanan Pesantren dan Studi Islam, Yayasan Al-Haramain, Jakarta, 1993
Anggota Pengurus badan Wakaf Pondok Modern Gontor, 1999
Dewan Redaksi Jurnal Ma’rifah
Ketua Forum Dakwah Indonesia
Dosen Pasca Sarjana Magister Studi Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Dosen Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Dosen Pasca Sarjana IAIN (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Dosen Fakultas Ushuluddin (Program Khusus) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dosen Pasca Sarjana Universitas Asy-Syafiiyah, Jakarta
Presiden Partai Keadilan 2000- 2002
Presiden Partai Keadilan Sejahtera 2003 – 2004.
Anggota DPR/Ketua MPR RI, 2004 – 2009.
Anggota DPR/Ketua Badan Kerjasama Antar-Parlemen DPR RI, 2009 – 2014
Anggota DPR/Wakil Ketua MPR, 2009 – 2014