Rumah Subsidi Tetap Tumbuh Meskipun Didera Banyak Masalah

Deretan rumah sederhana

Propertynbank.com – Harga patokan rumah subsidi yang tak kunjung naik atau disesuaikan selama hampir 3 (tiga) tahun, membuat banyak pengembang rumah sederhana atau subsidi yang tumbang bahkan gulung tikar.

Hal ini disampaikan Daniel Djumali, Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia(Apersi) dalam pesan singkat kepada propertynbank.com, Sabtu (5/11). Kondisi ini, kata Daniel, diperparah dengan naiknya harga bahan bangunan yang cenderung mengalami peningkatan sangat tinggi.

“Bukan itu saja, kebijakan pemerintah yang ikut menaikkan bahan bakar minyak termasuk solar, juga ikut menambah beban naiknya harga material atau bahan bangunan. Sementara permasalahan tentang penggantian IMB ke PBG, hingga saat ini masih belum juga selesai. Banyak daerah atau kabupaten dan kotamadya yang belum bisa menerbitkan PBG dengan berbagai kendala aturan maupun teknisnya,” tegas Daniel.

Masalah lain yang masih menggelayut, sambung Daniel, adalah perijinan paska UUCK yang mengalami penundaan. Tertundanya OSS, kata dia, akibat sistem lanjutannya yang belum siap atau belum sinkron antara pusat dan daerah, sehingga ikut menjadi penyumbang ruwetnya masalah perijinan ini.

Selain masalah PBG dan perijinan, ungkap Daniel, mendadak muncul lagi masalah Permen ATR/ BPN mengensi LSD (Lahan Sawah Dilindungi) tanggal 16 Des 2021. Menurut dia, maksud dari Permen ini mungkin baik dan bagus, namun dalam kenyataannya tidak sinkron dengan realita dilapangan yang tidak sesuai dengan RUTR/RDTW diberbagai daerah.

“Di sejumlah kabupaten dan kotamadya, banyak lahan dan bangunan yang dalam progress atau hampir atau sudah rampung, mendadak ditunda perijinannya sehingga tidak bisa realisasi KPR nya. Akibatnya, sangat mengganggu konsumen menempati rumah subsidi yang diidamkannya. Yang pasti hal ini tentu menghambat Program Sejuta Rumah yang dicanangkan Pemerintah,” jelas Daniel.

Kondisi ini semakin ruwet dengan adanya aturan-aturan dan syarat-syarat atau ketentuan dari pemerintah yang dalam hal ini Kementerian PUPR dan perbankan untuk realisasi KPR subsidi, dengan ikut menambah tertundanya konsumen memperoleh rumah subsidi, khususnya bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).

“Kita saat sudah melihat bahwa minat pembelian rumah subsidi bagi MBR, masih lebih baik dibanding pembelian rumah komersial atau realestate, apalagi untuk pasar menengah keatas. Walaupun untuk rumah subdisi tetap mengalami penurunan hingga 15% jika dibanding saat sebelum pandemi Covid19,” tutur Daniel.

Daniel mengakui, pada tahun 2022 penyerapan KPR Subsidi relatif  masih lebih baik dan lebih banyak dibandingkan penyerapan KPR Subsidi tahun 2021 lalu. Begitu juga dengan kuota rumah subsidi pada tahun 2022 sebanyak 200.000 unit, lebih banyak dibanding kuota tahun 2021 yakni sebesar 167.500 unit.

KPR Rumah Subsidi Meningkat

Berdasarkan data dari BP Tapera, realisasi akad KPR Rumah Subsidi pada Februari 2022 hingga 31 Oktober 2022 adalah sebesar 179.780 unit rumah subsidi, relatif aman menyesuaikan kuota subsidi tahun 2022 yakni sebesar 200.000 unit. Adapun kuota rumah subsidi dari pemerintah tahun 2023 adalah 220.000 unit rumah subsidi.

“Permintaan rumah subsidi menyesuaikan permintaan pasar yang terus tumbuh, dimana setiap tahun pasti banyak pasangan baru, millenial dan karyawan baru yang memerlukan rumah. Apalagi saat ini harga rumah subsidi dinilai relatif murah, dimana sudah tiga tahun ini tidak ada penyesuaian harga, padahal harga tanah dan bahan bangunan terus bergerak naik,” pungkas Daniel.

<p>The post Rumah Subsidi Tetap Tumbuh Meskipun Didera Banyak Masalah first appeared on Property & Bank.</p>

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Generated by Feedzy